Pelaminan Minang

Archive for the ‘Budaya Minangkabau’ Category

Ranah Minangkabau, Sumatera Barat, tak hanya menjanjikan pesona keindahan alam dan kulinernya. Ria Miranda meyakini hal ini dengan menyajikan Minang Trilogy dalam Jakarta Fashion Food Festival (JFFF) 2014 di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa, 20 Mei 2014. Ria merupakan salah satu perancang yang konsisten mengusung inspirasi ranah Minang. Sebelumnya pernah sukses mengangkat Minang Heritage dan Beatnik, kini melalui Minang Trilogy, Ria ingin mengkampanyekan kepedulian dan rasa cintanya kepada bumi Minangkabau.

“Saya menghadirkan trilogi Minang dalam desain, unsur budaya, kombinasi warna pastel yang lebih bervariatif demi menambah energi baru dalam dunia mode di Indonesia. Saya berharap ini akan menjadi kekuatan padu padan gaya klasik Minang dan modern menuju pasar global. Yang utama saya ingin menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap tradisi daerah seperti halnya Minang,” ungkap Ria panjang-lebar.

Di tangannya, ragam songket Minang yang eksklusif dan penuh warna dipakai untuk kegiatan sehari-hari dan acara formal atau pesta. Warna pastel, memakai teknik prin dan tetap mempertahankan ciri khas songket Minang dalam bahan yang lebih ringan. “Maksudnya supaya tidak terkesan berat,” kata Ria. Garis rancangan Ria hadir dalam gaya kreatif, nyaman, feminim, dan elegan berupa gaya kasual dan serba dres. Dengan mengandalkan detail unik songket prin, sulam, dan ragam bordir khas Minang, dalam koleksinya kali ini supaya terkesan nyaman bagi si pemakainya, Ria memakai bahan organsa dan sifon sutera.

“Dengan bahan ini, supaya pas bila dengan musim semi dari luar negeri,” ujar dia.

Lapangan Ombilin Sawahlunto sore itu, Kamis 29 November 2012 seperti ajang kontes anjing. Anjing-anjing yang bersih dan tampak terawat dari berbagai jenis itu dibawa pemiliknya masuk ke lapangan dengan tali pengikat yang cukup panjnag. Bahkan satu orang bisa membawa sekaligus lima anjingnya.

Sementara itu di luar lapangan, anjing-anjing diturunkan dari truk terbuka oleh pemiliknya. Ada juga anjing yang dibawa dengan mobil pribadi dan bahkan ada yang digonceng dengan sepeda motor. Mereka bergegas masuk lapangan untuk mendaftarkan anjingnya dalam lomba Pacu Anjing yang digelar Persatuan Olah Raga Buru Babi atau PORBI Sumatera Barat. Ini lomba ketangkasan anjing.

Sebenarnya acara ini adalah kreatifitas penggemar buru babi. Ini adalah tiruan acara buru babi yang digemari laki-laki di Sumatera Barat seperti di Sawahlunto, Pariaman, Tanah Datar, Payakumbuh, Sijunjung dan Solok. Biasanya buru babi ini dilakukan setiap hari minggu ke hutan-hutan di pinggir ladang. Para pemburu akan membawa anjing-anjingnya yang akan dilepas mengejar dan memburu babi di dalam hutan.

“Buru babi ini sudah tradisi dari dulu, selain untuk olah raga, juga membantu petani membasmi hama seperti babi,” kata Silmastri, Ketua Pelaksana Pacu Anjing di Sawahlunto.

Silmastri mengatakan selalu berburu babi dengan enam ekor anjingnya setiap minggu bersama teman-temannya. Tidak hanya di hutan Sawahlunto, bahkan sampai ke Kuantan dan Kampardi Riau.

“Kalau acara ini adalah versi kecilnya buru babi, ini untuk menghibur masyarakat, kita akan melihat adu ketangkasan anjing mengejar babi, anjing yang paling cepat sampai ke garis finis, itu yang menang,” kata Silmastri.

Adu ketangkasan anjing ini dengan areal sepanjang 100 meter. Di garis start ada lima tempat yang dibatas dengan kain untuk tempat masing-masing anjing di garis start. Di sepanjnag sisi arena pacu, diberi pembatas dari kasa plastik hitam agar anjing tak keluar dari arena.

Di ujung garis finish ada seekor babi dalam kerangkeng. Sementara itu untuk memancing anjing agar berlari, seekor babi keci digendong seorang joki remaja di tengah lapangan.

Anjing-anjing yang akan berpacu dan telah didaftarkan pemiliknya dipanggil satu persatu. Nama-nama anjingnya juga unik, ada bule untuk anjing putih yang berhidung pink dan bermata coklat. Ada cepot, ada anjing yang namanya karok dan sirah.Anjing yang akan bertanding mengenakan nomor punggung dari kain yang berwarna hijau yang diikatkan di badannya.

Start dimulai saat panitia meniupkan peluit. Sebelumnya, joki yang membawa babi kecil berada di tengah lapangan. Mendengar suara anak babi yang keras karena ketakutan, anjing-anjing yang akan berpacu makin tidak sabar ingin dilepas pemikiknya. Bahkan anjing yang ikut menonton di pinggir lapangan juga menggong bersahutan ingin mengejar babi.

Begitu peluat dibunyikan, anjing yang berpacu dilepas ke lapangan, sementara joki berlari sambi menggendong anak babi dan memanjat di kotak kayu diujung lapangan menyelamatkan diri bersama anak babi. Sementara anjing-anjing yang sampai ke garis finis akhirnya berlari ke arah babi yang ada dalam kotak kurungan. Babi itu yang kemudian digonggong anjing-anjing.

Penonton yang umumnya pecandu buru babi juga berteriak menyemangati anjingnya. Karena dalam lomba ini, selain ada hadiah uang, juga membuat gengsi pemiliknya ikut naik. “Anjing mana yang juara, akan jadi pembicaraan, dan itu kebanggaan pemiliknya, bahkan ada yang mau membeli anjing juara itu sampai puluhan juta,” kata Silmastri.

Acara buru anjing ini sudah keempat kalinya diadakan setiap ulang tahun Sawahlunto. Pemerintah kota Sawahlunto menyediakan hadiah Rp10 juta untuk acara Pacu Anjiing yang diikuti 400 anjing pemburu dari berbagai daerah di Sumatera Barat.

Bagi pecinta kain-kain tradisional buatan tangan seperti kain tenun dan kain dengan hiasan bordir, jangan lupa ke Bukittinggi. Ada berbagai songket yang ditenun dari helai demi helai benang yang layak dikoleksi. Begitu juga kain-kain dengan hiasan bordir cantik yang siap dijadikan gaun atau kebaya.

Di Bukittinggi tempat untuk mencari kain songket atau bordir ini biasanya di Pasar Atas di depan Jam Gadang. Namun, bagi sebagian orang tempat ini terlalu melelahkan untuk berdebat menawar harga dengan pedagang. Apalagi harga yang dipatok juga kadang-kadang terlalu tinggi yang membuat pembeli keder duluan.

Lebih baik membeli kain tenun atau kain bordir di tempat pembuatannya. Meski agak jauh dari Bukittinggi, dengan menggunakan mobil sewaan, di tempat pembuatannya ini belanja menjadi lebih memuaskan. Di samping banyak pilihan, juga dapat langsung melihat proses pembuatannya.

Untuk harga, juga biasanya tidak perlu tawar-menawar lagi. Harga akan sesuai dengan kualitas barang. Berikut beberapa tempat pilihan berburu kain.

Rumah Tenun Pusako di Pandaisikek

Di sini tempat membeli songket atau kain tenun Pandaisikek. Nagari Pandaisikek berjarak sekitar 10 kilometer dari Kota Bukittinggi bila perjalanan dari Padang. Letak kampung tenun ini di kaki Gunung Singgalang. Selain membeli, Anda juga bisa melihat langsung proses pembuatan tenunan yang masih menggunakan alat tenun tradisional dan usaha ini dilakukan di rumah-rumah.

Di sini puluhan rumah tenunan songket menjual songket buatan tangan itu. Satu di antaranya adalah Rumah Tenun Pusako yang berbentuk rumah gadang milik Hajah Sanuar. Ibu Sanuar adalah orang yang menghidupkan kembali tenun di Pandaisikek setelah terhenti lama karena perang dengan Jepang dan zaman pergolakan.

Tenunan Pandai Sikek sangat indah dengan beragam motif dan warna. Warna songket tak jarang mengikuti trend mode seperti merah menyala, biru, krem, dan kecokelatan. Harga songket mulai Rp1,5 juta sampai Rp10 juta per set, terdiri dari kain songket dan selendang.

Harga lebih ditentukan kerumitan pengerjaan motif yang banyak menggali motif lama serta tergantung pada kain.

Menurut Adyan Anwar, pemilik usaha songket Rumah Tenun Pusako, songket paling mahal terbuat dari sutra asli dengan motif kuno Minangkabau, pengerjaannya lebih rumit karena di atas kain sutra, tapi lebih ringan dikenakan.

Bagi pecinta kain-kain tradisional buatan tangan seperti kain tenun dan kain dengan hiasan bordir, jangan lupa ke Bukittinggi. Ada berbagai songket yang ditenun dari helai demi helai benang yang layak dikoleksi. Begitu juga kain-kain dengan hiasan bordir cantik yang siap dijadikan gaun atau kebaya.

Di Bukittinggi tempat untuk mencari kain songket atau bordir ini biasanya di Pasar Atas di depan Jam Gadang. Namun, bagi sebagian orang tempat ini terlalu melelahkan untuk berdebat menawar harga dengan pedagang. Apalagi harga yang dipatok juga kadang-kadang terlalu tinggi yang membuat pembeli keder duluan.

Lebih baik membeli kain tenun atau kain bordir di tempat pembuatannya. Meski agak jauh dari Bukittinggi, dengan menggunakan mobil sewaan, di tempat pembuatannya ini belanja menjadi lebih memuaskan. Di samping banyak pilihan, juga dapat langsung melihat proses pembuatannya.

Untuk harga, juga biasanya tidak perlu tawar-menawar lagi. Harga akan sesuai dengan kualitas barang. Berikut beberapa tempat pilihan berburu kain.

Sulaman dan Bordir HJ Rosma

Rumah Sulaman dan Bordir Haji Rosma letaknya di jalan Bukittinggi ke arah Payakumbuh. Sekitar 10 km dari Kota Bukittinggi. Haji Rosma juga terkenal sebagai perintis sulaman dan bordir dari daerahnya. Kain bordir yang dihasilkannya indah bagai lukisan. Dan gambar-gambar untuk pola bordir itu ia ciptakan sendiri. Kebanyakan motif flora.

Di sinilah tempat membeli kain berhias bordir dan sulaman yang berkualitas. Keunggulan sulaman dan bordir Rosma adalah keindahan dan kehalusan hasil sulaman dan bordir perpaduan warna bagaikan lukisan yang dibuat dengan benang.

Hj.Rosma boleh disebut seniman bordir, karena selain membuat bordir ia juga merancang semua motifnya, apalagi motif yang diciptakannya selalu berganti. Produk sulaman dan bordir H.Rosma ini memang telah lama dikenal dan selalu menjadi tujuan belanja turis-turis. Selain keindahannya karena dibuat tangan di tempat ini juga bisa melihat proses pembuatannya yang dikerjakan puluhan gadis-gadis setempat yang menjadi anak jahit yang bekerja di rumah Rosma.

Yang paling banyak diproduksi Rosma adalah bordir dan sulaman untuk kain kebaya, gaun, mukena, jilbab, hingga taplak meja dan seprai. Produk yang dijual mulai dari kebaya, selendang, seprai pengantin, alas meja, hingga mukena, tatakan gelas, dan gambar dinding.

Harga kain kebaya berhiaskan border sepotong kebaya harganya Rp 130 ribu sampai Rp 1,6 juta. Bahan dasar kebaya dari organdi dan sutra tentu berbeda harganya. Begitu pula dengan taplak meja yang harganya cukup beragam, dari Rp 100 ribu sampai jutaan rupiah. Harga baju kurung biasa dipatok dari Rp 500 ribu sampai Rp 3 juta per potong.

Bagi pecinta kain-kain tradisional buatan tangan seperti kain tenun dan kain dengan hiasan bordir, jangan lupa ke Bukittinggi. Ada berbagai songket yang ditenun dari helai demi helai benang yang layak dikoleksi. Begitu juga kain-kain dengan hiasan bordir cantik yang siap dijadikan gaun atau kebaya.

Di Bukittinggi tempat untuk mencari kain songket atau bordir ini biasanya di Pasar Atas di depan Jam Gadang. Namun, bagi sebagian orang tempat ini terlalu melelahkan untuk berdebat menawar harga dengan pedagang. Apalagi harga yang dipatok juga kadang-kadang terlalu tinggi yang membuat pembeli keder duluan.

Lebih baik membeli kain tenun atau kain bordir di tempat pembuatannya. Meski agak jauh dari Bukittinggi, dengan menggunakan mobil sewaan, di tempat pembuatannya ini belanja menjadi lebih memuaskan. Di samping banyak pilihan, juga dapat langsung melihat proses pembuatannya.

Untuk harga, juga biasanya tidak perlu tawar-menawar lagi. Harga akan sesuai dengan kualitas barang. Berikut beberapa tempat pilihan berburu kain.

Studio Songket Erika Riyanti

Tempatnya di Ampek Angkek, sekitar 4 km dari Bukittinggi. Studio Erika Riyanti berdiri sejak 2005 dan tidak terlepas dari Bernhard Bart, arsitek asal Swiss yang kini menetap tinggal di ranah Minang bersama istrinya Erika Dublerl.

Keduanya tinggal di Studio Erika Riyanti, ikut mengelola studio songket. Bernhard Bart berhasil menciptakan sistem baru dalam menenun songket yang hasilnya bisa memudahkan membuat songket tenun dengan motif kuno yang indah dan rumit.

Studio Songket Erika ini berhasil menghadirkan kembali motif-motif lama songket Minangkabau yang tidak pernah dibuat lagi karena pengerjaannya yang sangat rumit.

Selain membuat kain replika dari songket kuno, Studio Songket ErikaRianti juga berhasil memindahkan motif dari ukir Rumah Gadang ke songket, di antaranya motif Salimpat jo Pucuak Rabuang, Saik Ajik Babungo, Swastika, dan Siriah Gadang.

Menurut Direktur Studio Songket Erika Riyanti, Nanda Wirawan, Studio Songket Erika sudah menghasilkan 185 lembar songket, 125 di antaranya adalah replika dari songket-songket kuno, dan 60 lembar kain songket lainnya merupakan hasil eksplorasi motif yang diambil dari motif ukiran rumah gadang bahkan dari pahatan pada arca Bhairawa.

Harga selembar kain songket ini berkisar Rp10-16 juta. Songket yang paling mahal adalah motif Kapalo Harimau yang dijual Rp20 juta-an. Mahal karena rumitnya pengerjaannya. Songket di Studio Erika Riyanti ini biasanya dibeli kolektor kain.

Sawahlunto akan menggelar festival musik internasional yang akan menampilkan pemusik-pemusik dunia dari berbagai etnik. Diantaranya dari Senegal, India, Australia, Swiss, Jerman dan musisi dari dalam negeri. Pertunjukan musik dengan nama Sawahlunto Internasional Musik Festival (SIMFes)akan digelar pada 1-3 Desember yang bertepatan dengan hari jadi Kota Sawahlunto yang ke-124.

Wali Kota Sawahlunto Amran Nur mengatakan Sawahlunto Internasional Musik Festival (SIMFes) ini untuk ketigakalinya digelar di Kota Sawahlunto.”Kami berutung mereka mau jauh-jauh datang ke Kota Sawahlunto dari negaranya untuk membuat pertunjukan di sini dalam segala keterbatasan, tetapi mereka juga mengaku senang, bahkan yang dari Jerman sudah ini untuk kedua kalinya tampil di Sawahlunto,”Amran Nur, Kamis 22 November 2012.

Menurut Amran Nur, dengan adanya festival musik multi etnik ini memberikan warna dan kontribusi tersendiri untuk mengukuhkan Kota Sawahlunto sebagai salah satu daerah tujuan wisata heriatage dan budaya yang penting di Indonesuia.

Adanya festival musik ini menurut Amran Nur berkat andil besar dari Edi Utama dan Hiltrud Cordes yang menjadi kurator. “Berkat keduanya yang punya jaringan luas dengan musisi dunia, para musisi itu bersedia dibawa ke Sawahlunto, yang jaraknya begitu jauh dari negara mereka,” kata Amran Nur.

Musisi yang tampil diantaranya Kim Sanders dan Ron Reeves dari Australia, Cajun Roosters dari Jerman, Moushumbhdwmk, Satyaki Banerjeed, Rosalind dari India, Cajun Roosters dari Jerman, Taufik Adam Minstrel dari Jakarta, Bernhard dan Batschelet dari Swiss, Nookoate dari Senegal dan Keny Endo dari Amerika.

Festival musik ini akan berlangsung selama tiga malam di Kawasan Silo di Kota Sawahlunto.
Selain itu juga akan tampil Keronjong Toegoe dari Jakarta, Kota Arang Perkusi dari Sawahlunto,Noisensamble dari ISI padang Panjang dan Gambus Kontemporer dari Malaysia.
Selain menghibur warga kota, festival musik ini juga menjadi daya tarik turis datang ke Sawahlunto.

“Setiap tahun turis asing yang ke Sawahlunto untuk melihat pertunjukan musik ini terus bertambah, begitu juga dengan turis dari dalam negeri, acara ini menjadi kalender wisata tahunan di Sawahlunto,” kata Amran Nur.

Menyambut bulan Ramadan, beberapa kampung tradisional di Ranah Minang masih melakukan tradisi malamang atau membuat lemang. Malamang selalu dilakukan dalam menyambut hari besar Islam di Sumatera Barat yang dikenal sebagai hari baik bulan baik. Seperti menyambut Ramadan, Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Panganan yang dimasak dalam bambu dan dibakar ini menjadi hidangan saat acara berdoa di masjid dan di surau.

“Kalau di Lubuk Kilangan, tiap bulan puasa ini para menantu akan datang membawa makanan untuk mertuanya dan salah satu makanan wajibnya itu lemang,” kata Zubaidar, warga Lubuk Kilangan, Padang. Lemang bukan makanan adat karena lemang tidak pernah disuguhkan saat acara perkawinan atau melantik penghulu dan datuk.

Selain untuk acara keagamaan, lemang juga menjadi makanan dalam peringatan kematian di satu keluarga. Di Padangpariaman, wajib bagi sebuah keluarga memasak lemang atau malamang saat acara mendoa setelah kematian. Lemang ini akan dijadikan bingkisan sebagai ucapan terima kasih untuk pelayat yang telah ber zikir dan berdoa.

Membuat lemang penuh dengan kerja keras sepanjang hari. Mulai dari menyiapkan bambu untuk wadah, kayu perapian, menyiapkan bahan lemang dan membakar lemang hingga sore hari. Karena semakin lama lemang dijerangkan di api, semakin tahan dan tidak mudah basi. Walaupun sulit membuatnya, tradisi membuat lemang ini masih bertahan.

Lemang juga beragam jenisnya. Di antaranya lemang beras ketan. Lemang ini paling banyak dibuat. Biasanya dimakan dengan tape ketan hitam yang dikenal sebagai lamang tapai. Lemang ini terbuat dari beras ketan putih atau beras ketan merah dan ketan hitam sebagai bahan utama.

Membuatnya beras ketan dicuci dan direndam semalam lalu dimasukkan ke buluh bambu yang telah dialasi daun pisang. Beras ketan ini lalu diguyuri dengan santan kental yang telah dibubuhi garam. Buluh lemang disandarkan di tungku lalu dibakar dan tetap dipanaskan dengan bara selama sekitar empat jam. Setelah lemang masak, bambu dibelah dan lemang dikeluarkan dan dipotong-potong untuk dihidangkan. Rasanya gurih. Selain dimakan dengan tapai ketan hitam, lemang ini juga lazim disantap dengan durian dan sarikaya.

Selain itu, juga ada lemang pisang. Lemang pisang terbuat dari pisang masak yang dihancurkan lalu dicampur dengan beras ketan dan santan kental, diberi garam dan dimasukkan ke dalam bambu yang telah dialasi daun lalu dibakar. Rasa lemang ini manis karena campuran pisang.

Jenis lainnya ada lemang baluo. Lemang ini terdiri dari beras ketan putih yang di tengahnya diberi inti yang dinamakan luo sehingga namanya lamang baluo. Luo ini dari gula aren dan kelapa parut yang sudah dimasak. Cara membuatnya, beras ketan putih ditanak. Kemudian ketan yang sudah dimasak dibentuk bulat panjang seperti buluh bambu dan ditengahnya diberi inti dari gula aren dan kelapa. Lalu dibalut daun dan dimasukkan ke dalam buluh dan dibakar sebentar seperti lemang lainnya.

Lemang tradisional lainnya yang juga keluar saat lomba ini adalah lemang ubi jalar, lemang labu dan lemang ubi kayu. Lemang ubi jalar bahannya dari ubi jalar kuning, putih atau ubi jalar merah yang sudah direbus dan dihancurkan. Dicampur dengan tepung beras cairan gula aren dan gula merah dan santan. Lalu adonan ini dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dilapisi daun dan dibakar selama dua jam.

Sedangkan lemang labu terbuat dari labu kuning yang direbus dan dihancurkan, lalu dicampurkan dengan tepung beras dan cairan gula merah serta santan. Adonan ini dibakar dalam bambu.

Lemang ubi kayu terbuat dari singkong yang diparut. Singkong dicampur dengan kelapa parut, tepung kanji dan cairan gula merah. Lalu dimasukkan dalam bambu yang sudah dilapisi daun lalu dibakar hingga matang. Ada juga variasi lemang baru seperti lemang durian dan lemang jagung.

erapan musik tradisional Indonesia asal Minangkabau terdengar di panggung utama Rainforest World Music Festival 2012, yang disuguhkan oleh gabungan musisi muda, Rhytm of Borneo.

Bunyi-bunyian khas Minang tersebut keluar dari seperangkat alat musik pukul Talempong. Tapi orang Malaysia mengenalnya sebagai Caklempong. “Yah, memang hampir mirip dengan musik Minang,” kata Ainal Bustari bin Johari, salah satu pentolan Rhytm of Borneo, yang ditemui Tempo, Jumat.

Lagu-lagu yang dibawakan pun mendapatkan apresiasi dari penonton. Tak sedikit dari mereka ikut bergoyang mengikuti tabuhan Cak Lempong. Lagu pembuka Sirih Pinang dimodifikasi sedemikian rupa dan menjadi lagu baru yang diberi tajuk Nang Sipinang.

Ritme rentak Minang sangat dominan dalam semua lagu Rhytm of Borneo. Kesamaan ini dapat dilihat dari asal usul pertumbuhan musik yang berakar dari musik melayu. Keberadaan musik melayu pun dipengaruhi oleh musik Qasidah, yang sampai di Indonesia melalui penyebaran agama Islam.

Ainal mengatakan, musik sebagai bahasa universal. Setiap peradaban mungkin saja menyumbangkan satu ritme tertentu, yang kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya. Penikmat musik yang pernah mendengarkan irama tertentu, bisa terinspirasi untuk mengembangkannya menjadi irama baru.

“Di Malaysia sendiri, sebutan untuk alat musik ini berbeda-beda. Ada yang menyebutnya Taklempung atau Telempung,” katanya. Caklempung dilihat dari bahan pembentuk dan cara memainkannya memang sangat identik dengan Talempong dari Minangkabau. Beberapa musisi Negara tetangga tersebut pun mengakui, alat musik ini dibawa oleh perantau asal Sumatera Barat ke Malaysia, tepatnya daerah negeri Sembilan.

Dengan cahaya rembulan dan lampu-lampu, Jam Gadang di Bukittinggi sangat elok dipandangi di malam hari. Saya pun terkesima dengan jam yang berusia puluhan tahun ini. Pemandangan yang cantik!

Sekitar 15 menit dari hotel dengan menggunakan taksi, saya pun tiba di wilayah Jam Gadang. Setibanya di sana, sekitar pukul 20.00 WIB, udara dingin pun langsung menusuk tulang. Banyak yang bilang kalau Bukittinggi memiliki udara dingin seperti Bandung, namun menurut saya, di Bukittinggi udaranya melebihi Kota Kembang tersebut.

Sambil memakai jaket yang tebal, saya pun terkesima dengan pemandangan Jam Gadang. Cahaya-cahaya lampu yang menyinari Jam Gadang membuat peninggalan Belanda ini sungguh elok untuk dipandang.

Sama seperti wisatawan yang berkunjung ke sini, saya langsung mengambil kamera dan memotret Jam Gadang. Cahaya-cahaya lampu taman dan bangunan di sekitar Jam gadang pun membuat cantik suasana. Mengambil gambar tiap titik Jam Gadang sangatlah menggagumkan.

Suasana di sekitar Jam Gadang pun juga menarik untuk dikunjungi. Ada penjaja oleh-oleh berupa kaos yang bertuliskan ‘I Love Bukittinggi’ atau kaos bergambar Jam Gadang. Motif dan gambarnya pun bermacam-macam, harganya sekitar Rp 20.000-100.000 tergantung ukurannya.

Saya sempatkan untuk berbelanja oleh-oleh, tiga baju berukuran anak kecil menjadi oleh-oleh untuk keponakan di rumah. Puas berbelanja, saya mencari aneka kuliner untuk mengisi perut dan menghangatkan badan.

Pilihan pun jatuh kepada nasi dengan ayam goreng dan teh talua. Nyammm! Inilah sajian penutup dari petualangan saya mengunjungi Jam Gadang di malam hari. Kuliner tersebut sangat menghangatkan badan. Tak lupa, saya pun mengabadikan kuliner tersebut di dalam kamera.

Tak hanya elok saat siang hari, Jam Gadang juga cantik dikunjungi pada siang hari. Selamat berkunjung ke wilayah Jam Gadang dan resapi keindahan ikon Sumatera Barat ini saat malam hari.

Ingin traveling ke Sumatera tapi bingung menentukan lokasi? Pilih saja Sumatera Barat. Provinsi ini memiliki alam yang indah dan segudang alasan lain mengapa Anda harus datang ke sini.

Anda pasti tahu makanan Padang yang tersebar hampir di seluruh kota. Tapi pernahkah Anda berkunjung langsung ke kota asalnya? Kalau belum, berikut adalah 6 alasan yang dikumpulkan, mengapa Anda harus berkunjung ke Sumatera Barat:

1. Alamnya Indah

Sumatera Barat memiliki kondisi alam yang indah dengan adanya bukit barisan yang mengelilingi. Sepanjang mata memandang, Anda akan disuguhkan dengan panorama alam yang begitu cantik melalui bukit hijaunya.

Tidak hanya bukit, Anda juga bisa melihat keanggunan air terjun Lembah Anai yang mengucurkan air deras dari perbukitan. Jalan ke Bukittinggi, Anda bisa melihat Ngarai Sianok dengan tebing tinggi dan air segar yang mengalir di sungainya.

2. Udara yang bersih

Dikelilingi bukit hijau yang berbaris rapi, Sumatera Barat menjanjikan udara segar yang mungkin sulit Anda temui di kota besar. Tariklah nafas dalam-dalam, dan hiruplah udara segarnya. Biarkan oksigen bersih masuk ke dalam paru-paru Anda.

Beberapa tempat yang menyuguhkan udara bersih adalah Padang Panjang dan Bukittinggi. Di sana, Anda tidak hanya akan mendapatkan oksigen segar, tetapi juga udara dingin dan cantiknya kota yang dipenuhi tanaman. Begitu rindang.

3. Makanan yang lezat

Siapa yang tak kenal makanan Padang, hampir semua orang suka dengan makanan khas Sumatera Barat ini. Meskipun identik dengan rasanya yang pedas dan sedikit menggigit lidah, makanan khas Padang, seperti rendang dan sate Padang sering kali menjadi pilihan santap siang.

Nah, kalau biasanya Anda mencicipi makanan Padang hanya di rumah makan yang tersebar di berbagai kota, cobalah mencicipinya langsung di daerah asalnya. Tidak perlu ragu soal rasa, dijamin pasti ketagihan! Bumbu yang digunakan lebih ‘berani’ ketimbang yang ada di rumah makan Padang di daerah lain.

Salah satu tempat yang menjual aneka masakan khas Sumatera Barat ada di Pasar Lereng Bukittinggi. Di sana ada banyak warung nasi kapau dengan aneka menu pedas yang siap memanjakan lidah Anda. Yummy!

4. Jam Gadang

Salah satu simbol yang identik dengan Sumatera Barat adalah Jam Gadang. Meskipun berada di Kota Bukittinggi dan bukan Padang, Jam Gadang selalu menjadi incaran setiap turis yang datang.

Penasaran bagian dalamnya? Masuk saja langsung ke dalam jam, nanti akan ada pemandu yang menjelaskan sejarah Jam Gadang. Puas di dalam jam, kini saatnya menikmati kota. Sambil duduk di alun-alun Jam Gadang, Anda bisa menikmati panorama Kota Bukittinggi yang indah dihias bukit barisan.

5. Belanja di Bukittinggi

Pasar yang selalu dikunjungi setiap traveler yang datang ke Sumatera Barat adalah Pasar Bukittinggi. Terbagi atas tiga pasar, Bukittinggi menjanjikan wisata pasar yang asyik dikunjungi berbagai kalangan. Ditambah udara dingin yang menyelimuti Bukittinggi, membuat wisata belanja Anda semakin seru.

Pasar pertama yang bisa Anda kunjungi adalah Pasar Atas. Di Pasar Atas ada aneka macam kain yang bisa Anda beli, seperti kain songket dan kain sulam. Turun ke Pasar Lereng, aneka suvenir dan warung nasi kapau berjejer menyambut kedatangan Anda. Turun lagi ke Pasar Bawah, aneka bahan belanjaan untuk mengisi dapur Anda tersedia lengkap di sana.

6. Kereta Mak Itam

Nah, ini dia daya tarik baru yang ditawarkan Sumatera Barat. Wisata menggunakan lokomotif tua yang diberi nama Mak Itam. Mak Itam adalah salah satu kereta tua langka yang bergerigi di bagian tengahnya. Telusur boleh telusur, hanya ada dua negara yang memilikinya, yaitu Indonesia dan Swiss.

Mak Itam tersedia di Sawahlunto. Dengan membayar Rp 15.000, penumpang akan diangkut dari Stasiun Sawahlunto menuju Muara Kalaban. Nantinya, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan cantik dari sawah dan melewati terowongan. Seru!

Pakar Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat Alfa Noranda mengutarakan daerah perlu membuat Undang-Undang Pelestarian Cagar Budaya guna mencegah berkurangnya jumlah cagar budaya yang ada.

“Dari inventarisasi dan data Balai Pelestarian Peninggalan Pusaka (BP3) Batusangkar yang telah diklarifikasi, aset cagar budaya yang paling banyak berada di kota Padang, namun secara historis tiap daerah di Sumbar memiliki potensi cagara budaya yang sama,” katanya, di Padang, Sabtu.

Menurut dia, untuk pelestarian situs cagar budaya yang sesuai UU secara teknis, baru diterapkan di Kota Sawahlunto.

Ia mengatakan, terkait pelestarian cagar budaya, para legislator harus mengetahui konteks pelestarian benda cagar budaya.

Konteks pelestarian benda cagar budaya, lanjut Alfa, harus melihat bahan, bentuk, dan keaslian cagar budaya itu.

Alfa menilai, tindakan penyemenan situs budaya akan menghilangkan konteks keaslian benda. Sebagai contoh adalah lubang Jepang yang ada di kota Bukittinggi.

“Pelestari dan pemerintah belum menemukan solusi yang tepat untuk pelestarian situs cagar budaya,” ujar Arkeolog lulusan UGM itu.

Ia mengemukakan, pelestari dan pemerintah harus membuat perencanaan dalam pengolaan cagar budaya yang sesuai dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya.

Sementara untuk menghindari bentrok antar kepentingan maka sangat perlu dibuat UU tingkat daerah yang sama-sama mengakomodir kepentingan budaya dan sektor lainnya.

Di Sumatera Barat, kata dia, baru di Kota Sawahlunto yang mempunyai UU pelestarian situs cagar budaya tingkat daerah.

Sementara itu, melihat kondisi cagar budaya di Kota Padang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Padang menyatakan cagar budaya yang ada di kota tersebut saat ini mulai menipis.

“Saat ini hanya tersisa 40 cagar dari sebelumnya mencapai 73 aset,” kata Kepala Bidang Seni dan Budaya Didsbudpar Padang Muharman.

Ia menyebutkan, sebanyak 33 cagar telah hancur akibat gempa pada 30 September 2009.

Ia mengatakan, salah satu jenis cagar budaya di Padang yang masih terhitung banyak yakni seperti rumah peninggalan zaman Belanda dan Jepang.

Rumah-rumah itu, saat ini menjadi milik pribadi dari sebagian warga yang berada di kawasan “Padang Kota Lama” dan tempat lainnya.

Selain itu, cagar budaya terdiri atas kantor seperti kantor Balaikota Padang, Bank Indonesia di Batang Arau, dan Sekolah Dasar (SD) Agnes, katanya.

“Dulunya, Hotel Ambacang yang hancur karena gempa 30 September 2009 juga termasuk dari cagar budaya di Padang, namun setelah direkonstruksi, saat ini bentuk hotel itu tidak lagi serupa dengan mulanya” katanya.

Muharman menyebutkan, kendala dalam melestarikan cagar budaya adalah masalah dana. Sedangkan untuk cagar budaya yang telah menjadi milik pribadi, maka biaya perawatannya diserahkan kepada oleh pemilik.

“Sedangkan kantor, bank, hotel dan sekolah dibiayai oleh instansi masing-masing,” kata dia.

Ia menambahkan, di Kota Padang, memang belum ada UU terkait pelestarian cagar budaya itu.

Menurut dia, hal itu memang berdampak negatif terhadap pelestarian cagar budaya di “Kota Bingkuang” itu.

– Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, akan membuat surat edaran mengenai larangan menebang pohon, ujar Sekretaris Dinas Pertanian, Peternakan Kota Bukittinggi Nofrianto CH.

“Surat edaran larangan menebang pohon nantinya akan disebar ke sejumlah instansi pemerintah, swasta dan ke masyarakat. Karena keberadaan pohon dapat mengurangi pemanasan global,” kata Nofrianto CH, Jumat.

Ia menyebutkan, pemanasan global yang menjadi permasalahan dunia akibat efek gas rumah kaca, dapat diantisipasi dengan cara mudah, cukup berawal dari lingkungan sekitar.

Salah satu cara mengurangi pemanasan global dengan menanam pohon di sekitar rumah dan mematikan lampu, alat pendingin ruangan, televisi dan alat elektronik setiap selesai menggunakannya.

Ia mengatakan, dalam mengurangi pemanasan global diajurkan agar melakukan penanam pohon di sekitar rumah, tentu pohon yang telah ada supaya dipertahankan agar tetap tumbuh.

“Surat edaran larangan menebang pohon bertujuan untuk mempertahankan agar pohon yang telah ada tetap tumbuh. Waktu dekat surat edaran itu segera disebar,” katanya.

Ia menyampaikan, dalam pembuatan saluran air atau drainase yang posisinya tepat berada di bawah batang pohon yang telah tumbuh, sebenarnya tidak harus dilakukan penembangan.

“Kala pun benar adanya kekuatan akar pohon berkurang dari pembuatan saluran air, dahan pohon bisa dipangkas yang disesuaikan dengan kekuatan akar yang bisa menopang pohon yang tinggal,” katanya.

Saat ini, katanya, penebangan pohon terdapat di pinggir jalan kawasan Kodim 0304 yang disebabkan pembangunan saluran air. Untuk ke depannya hal itu tidak akan terjadi lagi jika surat edaran telah turun.

“Surat edaran larangan menebang pohon nantinya akan disosialisasikan ke masyarakat melalui pihak kecamatan, lurah dan tingkat RW dan RT. Mudah-mudahan hal itu berhasil sehingga pemanasan global sedikit dapat ditekan,” katanya.