Pelaminan Minang

Archive for October 2008

Pemprov Sumatera Barat menelurkan 13 langkah untuk mengantisipasi krisis ekonomi global. Instruksi berlaku untuk tingkat pemerintah daerah mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota di Sumatera Barat.

Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi, Rabu (29/10), mengatakan, instruksi itu merupakan upaya pemprov untuk mengantisipasi meluasnya krisis. Upaya yang lebih terpadu seharusnya dilakukan dalam tataran nasional.

”Perlu upaya pada level nasional agar pemerintah daerah tidak salah mengambil kebijakan untuk mengantisipasi krisis ekonomi saat ini,” ujar Gamawan.

Instruksi pertama gubernur itu adalah dorongan untuk meningkatkan kerja sama dan kemitraan usaha. Selain itu, rasa optimistis menghadapi krisis juga perlu ditingkatkan. Gubernur meminta agar polemik dihindari karena dapat merusak kesatuan dan kepercayaan masyarakat.

Kedua, pemerintah daerah diminta untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan cara mendorong investasi dan pengembangan produk berbasis sumber daya lokal, seperti cokelat, jagung, sayuran, ikan, ternak, bordir, sulaman, garmen, dan berbagai produk industri kerajinan.

Ketiga, pemerintah daerah diminta untuk meningkatkan pelaksanaan pelatihan yang mempunyai peluang pasar kerja dan peluang usaha.

Keempat, instruksi untuk segera menjalankan proyek-proyek yang dibiayai APBN dan APBD sehingga menciptakan lapangan kerja dan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi.

Instruksi kelima berisi dorongan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran, terutama kegiatan yang konsumtif dan kurang mendesak.

Keenam, sektor riil juga harus digerakkan dengan meningkatkan pelayanan, memberikan kemudahan dan insentif, fasilitas permodalan, seperti pemanfaatan secara optimal KUR, kredit pemberdayaan keluarga miskin, program berkesinambungan, koperasi atau syariah, dan BMT.

Ketujuh, pengembangan jenis komoditas juga harus diteruskan. Negara tujuan ekspor diutamakan pada kawasan yang tidak secara langsung terpengaruh oleh krisis di Amerika Serikat.

Kedelapan, peningkatan kerja sama pemasaran termasuk dengan perusahaan daerah untuk aneka komoditas, seperti gambir, pinang, dan cokelat.

Langkah seterusnya bertujuan untuk menarik konsumen mencintai produk dalam negeri dan koordinasi.

Indonesia ternyata merupakan gudang inspirasi luar biasa, meskipun bagaimana mewujudkannya merupakan proses yang harus dikerjakan hati-hati supaya tidak terpeleset menjadi klise.

Dalam Bazaar Fashion Concerto 2008 bertema Tanah Air yang disponsori BRI Platinum di Balai Sidang Jakarta, Kamis (23/10), kekayaan Indonesia itu diwujudkan dengan cara yang beragam.

Perancang busana Didi Budiardjo menggarap tenun dari Sumba, ikat dari Kalimantan, renda dari Minangkabau yang terkenal di Nusantara, tusuk silang dari Sumatera Utara, batik motif mega mendung, dan manik-manik yang biasa dikenakan masyarakat Dayak Iban dan Kenyah ke dalam bentuk modern.

Didi tidak takut memadu padan tenun dengan ikat dan manik-manik dalam motif yang masih dapat dikenali berasal dari Kalimantan. Dengan baju yang rata-rata mencapai lutut, Didi menggunakan cara bungkus, lipit halus dan besar seperti akordeon. Jaket pendeknya bergaya kimono atau berpotongan seperti cape pendek.

Adrian Gan memilih garis yang bersih, dan kain yang nyaris tanpa motif. Keindonesiaan dia wujudkan melalui struktur busananya yang mengambil bentuk kendi atau rumah gadang ala Minangkabau Sumatera Barat.

Semua muncul dalam tampilan yang keseluruhannya memberi kesan bersih, minimalis, tetapi memperlihatkan detail yang kaya.

Detail itu muncul dalam garis busana yang membulat di pinggul dan amat ramping di pinggang, seperti bentuk tubuh tawon. Detail lain hadir dalam lipatan-lipatan di bagian pinggul yang memberi efek seperti kelopak bunga. Bagian pundak juga menjadi garapan Adrian untuk mengekspresikan bentuk-bentuk arsitektur rumah gadang khas Minangkabau.

Perancang perhiasan Rinaldy A Yunardi dengan tema Cakra Manggilingan menggambarkan siklus kehidupan manusia melalui rangkaian karya yang lebih mirip instalasi.

Karya ini jauh berbeda dari citra perancang ini yang merancang perhiasan untuk melengkapi penampilan perempuan dalam keseharian mereka.

Untuk itu, Rinaldy menggunakan bulu burung merak yang dirangkai seperti rias pemain reog. Dia juga menggunakan cemara, yaitu rambut yang dirangkai menjadi satu ikatan memanjang dan dulu biasa dipakai menambah rambut asli perempuan yang mengonde rambutnya. Pada bagian yang lain dia menampilkan lampu gantung (chandelier) yang menurut dia inspirasinya dari topi laki-laki Nias.

”Saya melakukan eksperimen material untuk karya saya ini,” kata Rinaldy. ”Saya menggunakan bentuk-bentuk yang kelihatan besar karena karya ini harus terlihat dari jauh sebagai karya yang berdiri sendiri, bukan pendukung busana.”

Ada karyanya yang menarik, seperti topi bulu burung merak yang tampak megah dan indah. Juga ketika dia membuat siluet kupu-kupu yang bergoyang-goyang seperti terbang di dalam ”topi” dari fiber glass transparan dan diberi pencahayaan temaram.

Sementara itu, chandelier-nya tampak berlebihan dan leak Bali yang dia buat dari cemara berwarna abu-abu atau penggunaan ranting tanaman kurang menampilkan unsur perhiasan.

Sementara Norman Ang dari Singapura menampilkan rangkaian batuan berharga, antara lain mutiara, dalam karyanya yang klasik

Tokoh dan Ketua Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat (Sumbar) yang merupakan lembaga tertinggi adat Minangkabau, H Kamardi Rais Datuak P Simulie, meninggal dunia, dalam usia 76 tahun di Padang, Sabtu pukul 22.15 WIB.

“Bapak meninggal di RS Selasih Padang, setelah sempat dirawat sejak Sabtu pukul 11.00 WIB karena sakit,” anak Almarhum, Irwandi Rais yang dihubungi ANTARA di rumah duka Kelurahan Batang Kabung, Kecamatan Koto Tangah Padang.

Selain sebagai tokoh dan pimpinan lembaga adat Minangkabau, Almarhum juga wartawan senior dan pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar.

Menurut Irwandi, Almarhum masuk rumah sakit karena merasakan sakit yang mulai dirasakannya sejak kesibukan dalam pelaksanaan Silaturahmi Saudagar Minang (SSM) 10 hingga 12 Oktober 2008.

“Sejak kesibukan itu, bapak merasakan sakit ditubuhnya dan dirawat serta beristirahan di rumah, namun karena sakitnya meningkat sehingga dibawa RS Selasih Sabtu, pukul 11.00 WIB.,” katanya.

Pada pukul 22.15 WIB, Bapak menghembuskan napas terakhir dengan tenang, tambahnya.

Jenazah Datuak Simulie, malam ini langsung dibawa ke rumah duka di Batang Kabung, Padang dan menurut rencana dimakamkan Minggu (26/10) siang di kampung halamannya di Kota Payakumbuh Sumbar.

Semasa menjabat sebagai Ketua LKAAM Sumbar, lembaga ini banyak memberikan gelar kehormatan adat Minangkabau kepada beberapa tokoh Indonesia, seperti Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Yudhoyono, Mantan Presiden RI, Megawati Suokarno Putri dan Bapak Taufik Kiemas serta Ketua BPK, Anwar Nasution.

Terakhir, LKAAM Padang memberikan gelar kehormatan adat Minangkabau kepada mantan Kapolri, Jendral Soetarto

Jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan Provinsi Bengkulu dengan Padang, Provinsi Sumatera Barat putus total akibat longsor, bagian badan jalan patah tepatnya di Desa Tanjung Alai Kecamatan Lubuk Pinang.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mukomuko, Ir Satria Razalie ketika dihubungi ANTARA, Jum`at membenarkan putusnya ruas Jalinsum itu akibat hujan deras dengan intensitas tinggi yang mengakibatan struktur tanah rapuh sehingga badan jalan pun ambrol.

Untuk sementara kata Satria, jalur transportasi Bengkulu-Padang diarahkan ke jalur alternatif Kecamatan Lubuk Pinang-Kecamatan Penarik, melewati perkebunan milik PT Agro Muko atau melalui jalur Pasar Sebelah melewati perkantoran Pemda Mukomuko.

Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bengkulu sudah melakukan penanganan darurat di lapangan dengan membuat jembatan rangka besi yang dapat menahan beban hingga 16 ton.

“Kebutuhan material sudah dimobilisasi dari Seblat, Putri Hijau Bengkulu Utara, ada rangka besi yang bisa digunakan untuk sementara mudah-mudahan mulai besok sudah bisa dipasang,” katanya.

Pihaknya kurang mengetahui secara teknis kapasitas kendaraan yang diperbolehkan melewati jembatan darurat tersebut namun untuk kendaraan pengangkut barang disarankan untuk mengambil jalur alternatif Kecamatan Lubuk Pinang-Kecamatan Penarik.

“Saya kurang paham teknisnya berapa bobot kendaraan yang diperbolehkan lewat tapi namanya darurat tentu kapasitasnya terbatas, kalau untuk bobot berat kita himbau untuk lewat jalur alternatif,” tambahnya.

Di sepanjang Jalinbar kawasan Utara Bengkulu memang terdapat beberapa titik badan jalan yang rawan amblas dan yang terparah diantaranya di Desa Air Punggur Kecamatan Mukomuko Utara dan di Desa Serangai Kecamatan Batik Nau

Para perajin Indonesia jangan sampai kalah bersaing dalam menciptakan cendera mata yang menarik bagi wisatawan. Potensi besar Indonesia adalah kekayaan etnik yang tak habis-habisnya digali dan diwujudkan dalam karya- karya seni yang bernilai jual tinggi. Persoalan mendesain dan mengemasnya harus menjadi fokus, selalu diasah dan perlu bimbingan teknis.

Kepala Subdit Fasilitas Produk Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Citra Ria mengemukakan hal itu ketika menutup Bimbingan Teknis Produk Cinderamata Kriya Etnik, Sabtu (18/10) malam di Galeri Seni Kriya Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ). ”Keunggulan obyek wisata harus ditunjang fasilitas penunjang pariwisata, seperti produk kriya etnik untuk cendera mata,” ujarnya.

Bimbingan Teknis Produk Cinderamata Kriya Etnik kerja sama Depbudpar dengan IKJ ini diikuti belasan perajin dan pendamping dari Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Firmansyah Rahim mengatakan, sebagai sebuah potensi yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, produk kerajinan kriya sesungguhnya merupakan karya seni warisan tradisi budaya yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia yang memiliki karakteristik tersendiri, yang belum tentu ada di daerah lainnya.

”Keunikan tradisi budaya sebagai kearifan lokal inilah yang menjadi kekuatan dari masing- masing daerah,” ujarnya.

Menurut Firmansyah, upaya pembenahan terhadap produk cendera mata kriya etnik akan terus dilakukan dengan penyempurnaan dan pembaruan pada tampilan dan kualitas desain, corak, motif, serta pewarnaan

Pendopo di Pantai Padang, Sumatera Barat, tidak terawat sehingga mengganggu pemandangan di tepi pantai, Jumat (17/10). Pantai Padang merupakan obyek wisata unggulan Padang. Pemkot Padang menargetkan penataan Pantai Padang sampai akhir 2008.

Pantai Padang yang menjadi tempat wisata andalan Kota Padang, belum tertata rapi, Jumat (17/10). Sampah dan bangunan yang tidak terawat masih dijumpai di tempat wisata tepi laut itu.

Dari pengamatan di lapangan, sampah masih berserakan di pantai. Sulit mendapatkan tempat sampah. Tempat berjualan juga belum tertata. Di sejumlah kawasan, tempat untuk menikmati pantai masih sangat minim.

”Pantai ini masih kotor. Padahal, tempatnya indah karena langsung menghadap ke laut,” ujar Dody, salah satu wisatawan yang berkunjung ke Pantai Padang.

Kondisi pantai yang tidak tertata ini juga diakui oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang, Didi Aryadi. Dia mengatakan, Pantai Padang saat ini masih dalam proses penataan.

”Kami baru selesai melakukan tender untuk mendapatkan pihak ketiga yang akan membantu pembuatan warung standar di tepi pantai sepanjang 4,8 kilometer mulai dari Muaro Padang sampai Purus. Nantinya, pedagang di tepi pantai ini akan mempunyai tenda yang sama. Tenda akan dibuat secara berkelompok. Seluruh penataan Pantai Padang akan rampung pertengahan Desember,” tutur Didi.

Pantai Padang nantinya akan menjadi tempat wisata jajan. Pihaknya juga berencana menggandeng 52 pedagang yang saat ini sudah berjualan, untuk menetapkan standar kebersihan dan harga makanan. Jumlah pedagang juga akan dibatasi agar tidak terlalu banyak.

Jam berjualan juga akan dibatasi mulai pukul 16.00 sampai 00.00. Di luar jam itu, pihaknya tidak mengizinkan pedagang berjualan.

Tahun 2009, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Padang berencana merenovasi satu gedung yang hampir roboh di tepi pantai. Gedung itu nantinya dijadikan pos polisi pariwisata dan sentra penjualan suvenir. Untuk jangka panjang, pihaknya juga akan membuat los khusus pedagang ikan. Saat ini, pedagang ikan masih berjualan di lapak-lapak kayu.

Angka kunjungan wisata ke Kota Padang diprediksi mencapai 1,4 juta orang pada tahun 2007. Hingga Juli 2008, kunjungan wisata mencapai 828.643 orang.

Selain Pantai Padang, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang juga tengah menata kawasan Pantai Air Manis.

Di kawasan ini, terdapat sebuah batu yang diyakini sebagai perwujudan dari legenda Malin Kundang.

”Di kawasan ini akan dibangun galeri, gedung pertunjukan, tempat penjualan suvenir, dan tempat parkir. Pemkot juga akan mendanai pertunjukan seni selama enam bulan sehingga pertunjukan itu bisa dinikmati gratis oleh para pengunjung,” tutur Didi

Sebuah institusi perdagangan karbon (carbon trade) asal Australia, Carbon Strategic Global (CSG), ingin membeli oksigen yang dihasilkan dari hutan lindung di Sumatera Barat untuk dijual ke negara-negara maju penghasil emisi karbon dioksida (CO2).

Menurut Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, di Padang Rabu, dari tawaran CSG itu pemerintah Provinsi Sumbar mengusulkan untuk menjual oksigen yang dihasilkan dari 865.560 hektar hutan lindung yang tersebar di 10 kabupaten di daerah itu.

CSG telah menawarkan kompensasi Rp900 miliar per tahun untuk oksigen yang diproduksi hutan-hutan lindung di Sumbar.

CSG yang bergerak dalam bidang perdagangan karbon dunia itu akan menjual oksigen hutan Sumbar kepada negara-negara penghasil CO2 terutama negara-negara industri maju di Eropa.

Perdagangan karbon dunia semakin meningkat sejak ditandatangani Protokol Kyoto, di mana negara-negara di dunia sepakat untuk menekan emisi karbon dioksida rata-rata 5,2 persen selama 2008 hingga 2012.

Di bawah kesepakatan Protokol Kyoto, negara industri maju penghasil emisi karbon dioksida diwajibkan membayar kompensasi kepada negara miskin dan atau berkembang atas oksigen yang dihasilkannya.

Dari 865.560 hektar hutan lindung di Sumbar yang ditawarkan untuk mendapatkan kompensasi dalam perdagangan karbon itu terdiri atas hutan lindung di Kabupaten Solok 126.600 hektar, di Solok Selatan 63.879, Tanah Datar 31.120, Pesisir Selatan 49.720, Pasaman 232.660, 50 Kota 151.713 dan Kabupaten Agam 34.460 hektar.

Lalu di Kabupaten Pasaman Barat 56.829 hektar, Padang Pariaman 19.894, Sijunjung 85.835 dan hutan lindung di Kota Padang yang luasnya 12.850 hektar.

“Jika semua pihak terkait dapat menyetujuinya, selanjutnya diajukan ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri) RI. Jika izin Depdagri sudah turun akan dilakukan perundingan dan pembuatan MoU dengan pihak CSG,” katanya.

Gamawan belum dapat memastikan kapan MoU bisa direalisasikan karena harus melewati tahapan-tahapan yang sudah ditetapkan.

“Saya kira pada 2009 belum bisa terealisasi, karena perlu ditetapkan luas kawasan lindung yang sesuai kenyataan di lapangan sebagai penghasil oksigen yang akan menyerap karbon tersebut,” kata dia.

Keterampilan membuat songket yang merata di kalangan penduduk nyaris tidak terdapat di daerah lain. Di Sumatera Barat, misalnya, regenerasi penenun kain songket tidak ada sampai sekarang. Anak-anak dan generasi mudanya tak lagi tertarik meneruskan keterampilan menenun, membuat kain songket. ”Akibatnya, kini di sentra-sentra produksi songket terjadi krisis penenun,” kata Nina Rianti Alda, pemilik Rumah Songket di Bukittinggi.

Nina yang khusus merevitalisasi songket lama Minangkabau juga kehilangan penenun andalnya yang telah ia bina sejak awal sehingga rencana pameran di Bentara Budaya Jakarta tahun 2008 ini ditunda tahun 2009.

Melestarikan Songket Sejak SD

Ketika anak-anak perempuan usia SD dan SMP di daerah lain masih asyik bermain kucing-kucingan atau merengek minta jajan ke orangtuanya, tak demikian dengan anak-anak di Desa Limbangjaya, Tanjungpinang, Tanjunglaut, dan Desa Tanjungdayang, Kabupaten Ogan Ilir, sekitar 55 kilometer selatan Kota Palembang.

Petang itu ada pemandangan yang tak biasa, tapi boleh dikata luar biasa. Banyak anak perempuan dengan telepon seluler digantung di leher tengah tekun memerhatikan kakak dan orangtuanya menenun, membuat kain songket Palembang. Ada juga, satu-dua anak yang terlihat membuat songket di bawah rumah panggung mereka.

Sembari duduk berselonjor, dengan lincah anak-anak itu memasangkan belasan lidi-lidi, memasukkan benang emas, menggerakkan kaki, dan kemudian kedua tangannya menarik bagian untuk merapatkan benang-benang itu.

Agar benang tetap tegang, ada kayu tumpuan yang terpasang di bagian pantat. Kayu tumpuan di pantat itu ditempeli bantal agar terasa nyaman.

”Sederhana alatnya, terlihat rumit nyukit-nya (motif songketnya), tapi pacak (bisa) tercipta kain tenunan songket Palembang,” kata Yeni Yunita, pelajar kelas I SMP, dengan bangga, Sabtu pekan lalu.

Yunita mengaku sudah bisa membuat songket sejak kelas V sekolah dasar. Sepulang sekolah atau hari libur, ia gunakan untuk membuat songket. Yunita hanya menerima upah dari membuat songket itu. ”Seminggu bisa selesai satu songket lengkap dengan selendangnya. Upah yang didapat Rp 160.000, dengan rincian upah sarung Rp 100.000 dan selendang Rp 60.000,” ujarnya.

Dengan keterampilannya sebagai penenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) itu, dalam sebulan Yeni Yunita sudah punya penghasilan sendiri sebesar Rp 640.000. Uang itu, menurut dia, sebagian ditabung dan sebagian digunakan untuk keperluan sekolah serta membeli pulsa telepon seluler.

Tidak banyak yang tahu, bagaimana warisan budaya songket Palembang bisa tumbuh berkembang dan dikenal luas seperti sekarang. Secara geografis, Palembang mungkin bagian kecil saja dari peta produsen songket. Sebab, ternyata, daerah yang banyak memproduksi songket di Sumatera Selatan adalah Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir.

Pantauan Kompas di empat desa yang bertetangga itu, hampir setiap keluarga, khususnya perempuan, pekerjaan sehari-harinya adalah menenun. Adapun kaum lelaki umumnya bekerja sebagai pandai besi. Keterampilan menenun dengan ATBM itu merupakan warisan turun-temurun, yang entah sejak tahun kapan awalnya.

”Sekarang, setiap keluarga dengan anak-anaknya bisa menenun. Semua berjalan alami,” kata Cik Ima (43), warga Desa Limbangjaya.

Cik Ima sendiri punya anak yang sejak usia kelas IV SD sudah bisa menenun. Begitu juga Dauda (37), anak gadi snya Ika, kini kelas III SMA, juga terampil menenun sejak SD. Sampai sekarang Ika di sela-sela waktu luangnya masih menenun.

”Tidak ada paksaan orangtua. Hanya karena keinginan sendiri. Awalnya melihat-lihat, lalu coba-coba, dan akhirnya bisa,” kata Ika.

Laris

Selama bulan Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri, para penenun di Desa Limbangjaya, Tanjungpinang, Tanjunglaut, dan Tanjung Dayang di Kecamatan Tanjung Batu kebanjiran pesanan songket Palembang.

Harga songket bergantung pada jenis benang dan halus-kasarnya motif. ”Kalau benang emasnya jenis kristal dengan motif yang halus dan bahan dari sutra, harga jualnya bisa lebih dari Rp 1 juta,” kata Cik Ima.

Seorang pedagang pengumpul yang memiliki sejumlah perajin songket di Desa Tanjungpinang, Hajjah Laila (51), mengaku, pasar kain songket Palembang produksi Kecamatan Tanjungbatu laris manis. Hampir tak ada barang yang bersisa di rumahnya.

Ia pun sejak puluhan tahun lalu telah menciptakan puluhan motif songket Palembang, yaitu motif pulir, puncak rebung, Nago Besawung, dan banyak motif lainnya.

Sembari menunjukkan sejumlah buku tua dan lusuh berisikan desain motif ciptaannya, Laila yang tak tamat SD ini tak terlalu mempersoalkan desain kain songketnya ditiru atau diambil orang lain. ”Motif-motif kain songket yang saya desain sejak puluhan tahun lalu tidak pernah saya patenkan. Kalau ada yang meniru tak masalah, masyarakat tahu dan dengan beberapa buku berisi desain ini, cukup jadi bukti desain sejumlah motif songket Palembang saya yang menciptakan,” ungkapnya.

Sebagai ahli membuat motif atau nyukit, Hajjah Laila menarik upah Rp 350.000 untuk satu motif songket. Penenun tinggal menenun, sedangkan benang dengan motif yang diinginkan sudah terpasang.

Hanya ada lima pembuat motif songket di Kecamatan Tanjungbatu tersebut, Hajjah Laila yang tertua. Artinya, regenerasi untuk membuat motif ini juga berjalan alami. Karena rumit, tidak banyak orang yang tertarik mendalami desain songket Palembang. ”Karena untuk ini dituntut jiwa seni dan kreativitas yang tinggi,” kata Laila.

Camat Tanjungbatu Ansori tak tahu pasti berapa jumlah warga yang menjadi penenun songket di empat desa wilayahnya. Namun, ia mengatakan bahwa sekitar 90 persen kaum perempuan di empat desa sentra songket itu menekuni pekerjaan sebagai penenun.

Tak ada galeri

Sebagai sentra produksi songket Palembang, Kecamatan Tanjungbatu belum punya toko atau galeri songket. Ini mungkin disebabkan hampir tak ada barang produksi yang bersisa.

Menurut Hendra Marta, tokoh pemuda Tanjungbatu, kalau Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir peduli, desa-desa sentra produksi songket Palembang itu bisa dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata yang menarik. Tanjungbatu akan lebih dikenal secara nasional sebagai sentra produksi songket Palembang.

”Wisatawan selain bisa melihat langsung proses membuat songket tersebut, juga bisa langsung membelinya di galeri atau di toko yang khusus menjual hasil produksi. Dengan melihat langsung prosesnya, kekaguman akan muncul sehingga wisatawan bisa memberikan penghargaan yang layak untuk songket yang dibelinya,” ungkapnya.

Akibat tak ada galeri, yang menikmati untung besar adalah pemilik galeri di Kota Palembang dan kota-kota lainnya yang menjual songket.

Sebanyak 112,5 ton pinang dan gambir asal Sumatera Barat diekspor ke India dan Nepal. Kedua komoditas tersebut dilepas secara simbolik oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sabtu lalu.

Komoditas yang diekspor dengan nilai hampir Rp 2 miliar ini terdiri dari 75 ton pinang dan 37,5 ton gambir. Pinang diekspor ke Nepal oleh PT Andalas Tuah Sakato (ATS), perusahaan daerah bidang ekspor komoditas pertanian, sedangkan gambir diekspor ke India.

Dirut PT ATS Ramal Saleh mengatakan, pinang dan gambir dari Sumbar sangat potensial untuk mencukupi kebutuhan ekspor. Bila pembeli puas, kemungkinan ekspor kedua komoditas dari Sumbar itu akan terus berlanjut karena pembeli menginginkan ekspor dalam jangka panjang. ”Produksi pinang berpotensi sampai 2.000 ton per bulan dan potensi gambir 1.000 ton per bulan,” kata Ramal.

Sekitar 70 persen gambir yang diekspor dihasilkan petani di Kabupaten Limapuluh Kota dan sisanya dari Kabupaten Pesisir Selatan. Adapun pinang dihasilkan hampir di seluruh daerah di Sumbar.

Harga gambir yang sudah diambil sari dan dicetak padat Rp 24.000-Rp 25.000 per kilogram, sedangkan Pinang Rp 5.000-Rp 6.000 per kg.

Pengolahan minyak cengkeh

Sebagian petani cengkeh di Ambon, Provinsi Maluku, sejak 2006 mengembangkan pengolahan minyak cengkeh dari cangkang dan batang buah cengkeh.

Mereka memanfaatkan bantuan alat penyuling minyak cengkeh dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Alat penyuling sederhana itu kini dikelola dua kelompok petani di Desa Hukurila, Kecamatan Lei Timur Selatan, Kota Ambon.

Jusuf Elthon Porwayla (33), petani cengkeh Hukurila, Minggu (12/10), menjelaskan, harga minyak cengkeh cukup bagus pada kisaran Rp 90.000-Rp 95.000 per liter jika dijual eceran di Ambon. Penjualan partai besar di pasar Jakarta juga bagus dan harganya bergantung pada kualitas minyak. Jika kandungan eugenolnya tinggi, hargnya bisa sampai Rp 60.000 per liter.

”Minyak cengkeh bisa menambah penghasilan petani yang selalu mengeluh karena harga cengkeh hanya Rp 20.000-Rp 25.000 per kg saat panen dan Rp 15.000 per kg saat panen raya,” ujarnya.

Penyulingan minyak cengkeh tidak mengambil buah cengkeh, melainkan bahan sisa yang sebelumnya dibuang, yaitu batang buah, cangkang, dan daun.

Pasangan calon Walikota/Wakil Walikota Padang periode 2008-2013, Jasrial/Muchlis Sani atau “Jamu” berjanji akan membangun kembali terminal angkutan kota (angkot) di pusat kota berpenduduk sekitar 900 ribu jiwa tersebut.

“Jika dipercaya menjadi Walikota/Wakil Walikota Padang, kami akan membuka lagi terminal angkot di kawasan Pasar Raya pusat kota Padang,” kata Jasrial dalam kampanye dan visi misinya di Padang, Kamis.

Kota Padang sejak tiga tahun terakhir tidak lagi memiliki terminal angkot di pusat kota, setelah Terminal Pasar Raya ditutup pemkot Padang dan di lahannya kemudian dibangun pusat pertokoan.

Akibat tidak adanya terminal, ratusan angkot terpaksa mangkal di terminal-terminal bayangan yang sering menimbulkan kemacetan, terutama di jalan M Yamin kawasan Pasar Raya.

Kondisi itu yang akan dibenahi dengan membuka lagi terminal angkot di kawasan Pasar Raya, katanya.

Ia menyebutkan, terminal baru akan dibuka di kawasan Pertokoan Iwapi dalam komplek Pasar Raya pada lahan seluas 9.000 meter persegi.

Di kawasan itu juga dibuka lokasi bagi pedagang kaki lima yang mampu menampung sekitar 4.000 pedagang. “Lokasi itu jawaban dan solusi terhadap upaya penertiban Kaki lima sekaligus menghilang kebijakan penggusuran kepada kalangan usaha kecil tersebut,” tambahnya.

Pada bagian lain, “Jamu” berjanji menjadikan pendidikan Al Qur`an menjadi kurikulum muatan lokal di setiap tingkat pendidikan dan membenahi pendidikan secara komprehensif.

Pasangan ini juga menjanjikan memberikan tunjangan bagi guru sebesar Rp500 ribu per orang per bulan yang dananya bukan dengan menambah anggaran APBD tetapi dari penghematan anggaran.

“Jamu” maju ke Pilkada Padang 2008 dicalonkan koalisi PBB/Partai Demokrat dengan nomor urut empat.

Selain itu, empat pasangan lain yang ikut dalam Pilkada yang akan digelar 23 Oktober 2008 itu adalah, Ibrahim/Murlis Muhammad (calon perseorangan), Mudrika/Dahnil Aswad (calon perseorangan) dan Fauzi Bahar/Mahyeldi Ansyarullah (koalisi PAN/PKS) serta Yusman Kasim/Yul Akhiary Sastra (Koalisi PPP/PDI-Perjuangan).

Saat ini tahapan Pilkada Padang dalam masa kampanye yang berlangsung dari 6 hingga 19 Oktober 2008.

Pemenang Pilkada Padang akan menjadi Walikota/Wakil Walikota Padang periode 2008-2013, menggantikan pasangan Fauzi Bahar/Yusman Kasim selaku Walikota/Wakil Walikota Padang periode 2003-2008.